Insight Tips

Faktor yang Menentukan Harga Kemeja Flanel Bisa Murah atau Mahal

Kalau kamu pernah scrolling marketplace sambil cari kemeja flanel, kamu pasti pernah heran: kenapa ada yang harga seratus ribuan, ada yang dua ratus lima puluh ribu, ada juga yang premium sampai setengah juta? Padahal dari jauh… semua kelihatannya sama. Kotak-kotak. Lembut. Cozy. Santai.

Tapi ketika kamu sudah sering memakai flanel, kamu mulai sadar: flanel murah dan flanel mahal itu rasanya beda. Beda banget, bahkan sebelum kamu pakai. Dari pegang bahan aja udah kerasa kualitasnya.

Terus, apa sih yang bikin flanel punya gap harga sedrastis itu?

Jawabannya ternyata nggak sesederhana “bahan bagus vs bahan jelek.” Ada cerita panjang di balik setiap flanel yang kamu pakai — tentang kain, tekstur, proses produksi, detail kecil yang nggak terlihat, sampai filosofi brand yang membuat harga dan kualitas itu punya logikanya sendiri.

Yuk kita bahas satu per satu… dengan cara yang lebih manusiawi dan mudah dicerna.

1. Semuanya Dimulai dari Bahan: Katun vs Sintetis

Kalau kamu pegang dua kemeja flanel — satu yang kualitasnya bagus, satu yang murah — kamu akan ngerasain perbedaan paling dasar di sini: bahan.

Flanel berbahan katun 100% itu punya karakter adem, lentur, breathable, dan ketika bersentuhan dengan kulit, ada sensasi “natural” yang nggak bisa ditiru bahan sintetis. Dipakai lama pun tetap nyaman, karena katun bekerja sama dengan suhu tubuhmu.

Flanel berbahan polyester atau synthetic kadang kelihatannya bagus, tapi rasanya “plastik”. Hangatnya aneh, cepat gerah, dan kalau kamu banyak gerak, rasanya lembab dan nggak nyaman.

Makanya flanel premium seperti yang dipakai Nuefelt, memakai flanel katun 100% yang ringan, menyerap keringat, dan makin lembut setelah dicuci. Bahan kayak gini memang bikin harga naik, tapi bikin pengalaman pakai turun jauh lebih nyaman.

Bahan adalah pondasi — dan pondasi bagus memang tidak murah.

2. Proses Finishing: Lembut itu Bukan Kebetulan

Banyak orang mengira flanel itu lembut karena bahannya saja. Padahal nggak sesederhana itu.
Kelembutan flanel datang dari proses brushing atau napping—semacam “sisir” khusus yang membuat permukaan kain halus.

Di flanel murah, proses brushing dilakukan cepat, kasar, dan hasilnya tidak rata. Makanya:

  • flanel terasa kasar,
  • bulunya gampang rontok,
  • dan setelah dicuci jadi keras.

Sedangkan flanel bagus diproses dengan brushing berkualitas yang membuat tekstur lembutnya stabil dan rapi. Bahkan kalau dicuci berkali-kali pun, lembutnya tetap ada — bahkan makin enak dipakai, seperti flanel Nuefelt.

Finishing ini yang bikin flanel terasa “mahal” saat disentuh.
Dan proses finishing yang rapi memang butuh biaya.

3. Ketebalan yang Tepat Bukan Soal Tebal = Bagus

Ada salah kaprah umum: flanel yang tebal itu premium.
Padahal? Belum tentu sama sekali.

Flanel yang mahal bukan sekadar tebal — tapi proporsional.
Kalau kebanyakan polyester, tebal justru bikin panas. Dan flanel murah sering “disiasati” dengan dibuat tebal supaya keliatan meyakinkan.

Flanel katun yang bagus biasanya lebih ringan, tapi jatuhnya rapi dan nyaman dipakai seharian.
Yang kayak gini harganya naik karena butuh kualitas serat yang lebih baik dan teknik tenun yang rapi.

Flanel seperti Nuefelt memilih bobot yang pas: tidak berat, tidak kaku, dan paling penting — adem.

Murah atau mahalnya flanel kadang bisa kamu tebak dari cara kainnya jatuh di badan.

4. Kerapian Jahitan: Detail Kecil yang Sering Dilupakan

Kalau kamu pengen tahu kemeja itu dibuat dengan niat atau asal jadi, lihat jahitannya.

Kemeja flanel yang murah biasanya:

  • sambungan motifnya nggak align,
  • benang keluar di sana-sini,
  • jahitannya renggang,
  • atau tidak stabil setelah dicuci.

Sementara flanel yang mahal atau dibuat oleh brand yang serius biasanya:

  • motif kotaknya presisi sampai sambungan kancing,
  • kerah rapi,
  • jahitan rapat,
  • potongan simetris.

Brand seperti Nuefelt, yang self-manufacture, bisa menjaga detail ini lebih baik karena mereka kontrol produksi sendiri. Dan detail visual seperti ini — meski kecil — sebenarnya membangun harga.

Karena kemeja yang dirakit rapi itu butuh waktu. Dan waktu itu mahal.

5. Pola dan Cutting: Apakah Kemeja Ini “Mengikuti” Tubuhmu?

Ini faktor yang nggak kelihatan waktu kamu lihat foto produk — tapi kerasa banget waktu kamu pakai.

Flanel yang murah biasanya dibuat dengan pola generik: pokoknya jadi kemeja, lihat nanti jatuhnya gimana.

Hasilnya?

  • bahu sering kebesaran,
  • sleeve length nggak pas,
  • bagian bawah menggembung,
  • atau bentuknya berubah ketika dicuci.

Flanel yang lebih mahal punya cutting yang dipikirkan matang.
Ketika kamu pakai, bentuk tubuhmu terlihat lebih proporsional, nggak keliatan aneh, dan bisa dipakai di banyak situasi.

Cutting yang baik selalu “mahal,” karena butuh template bagus, teknik, dan QC ketat.

6. Pewarnaan dan Motif: Natural atau Plastik?

Flanel bagus biasanya punya warna yang lebih natural dan motif yang terlihat menyatu dengan kain. Pewarnaannya stabil, tidak bleeding, tidak cepat pudar, dan terasa berkualitas.

Flanel murah punya warna yang:

  • terlalu ngejreng,
  • cenderung glossy,
  • atau terlihat seperti cetakan.

Motifnya pun sering tidak presisi, bahkan beberapa kain flanel murah hanya meniru motif dengan hasil cetak yang tidak organik.

Pewarnaan yang stabil dan proses weaving yang rapi memang lebih mahal.

7. Filosofi Brand dan Quality Control

Inilah faktor invisible yang menentukan harga.

Ada brand yang mengejar kuantitas: produksi massal, biaya ditekan, kualitas nomor sekian.
Hasilnya murah — tapi ya seadanya.

Ada juga brand seperti Nuefelt, yang punya filosofi:

  • bahan harus nyaman dan natural,
  • produksi harus rapi dan stabil,
  • flanel harus bisa dipakai daily tanpa rasa gerah,
  • dan setiap produk harus lulus QC ketat.

Filosofi inilah yang membangun “nilai.”
Dan nilai tidak pernah bisa dipatok murah.

Kesimpulan: Mahal atau Murah, Kualitasnya Selalu Bisa Kamu Rasakan

Kalau kamu bingung kenapa flanel punya rentang harga yang jauh, kamu cukup ingat ini:

Flanel yang bagus itu terasa.
Di tangan, di kulit, dan di pengalaman memakainya.

Flanel murah kadang terlihat meyakinkan, tapi:

  • panas,
  • kasar,
  • cepat berubah bentuk,
  • pilling,
  • dan tidak mengikuti tubuh.

Flanel yang mahal atau berkualitas, terutama flanel katun 100% seperti Nuefelt:

  • adem,
  • jatuhnya natural,
  • semakin lembut setelah dicuci,
  • motif presisi,
  • dan cut-nya terasa niat.

Harga selalu punya cerita.
Dan flanel premium biasanya diceritakan lewat kenyamanan — bukan sekadar penampilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *